Seorang pesohor (selebritis) dalam sebuah wawancara di media
mengatakan dia sangat ingin naik haji, tetapi merasa belum siap.
Alasannya, kalau sudah pulang haji maka dia harus mengubah sikap dan
berbicara sesuai gelar hajinya itu. Yang paling dia takutkan sepulang
haji ialah dia tidak bisa lagi su’udzhon (berburuk sangka). Susah kalau hidup tidak su’udzhon, katanya.
Saya terpana membaca wawancaranya itu. Memang dia mempunyai kemampuan
cerdas berbicara dan melucu. Itu modal hidupnya. Kalau dia sudah haji
tentu dia harus menjaga image sebagai seorang yang soleh, dan
itu berarti gaya bicara dan sikapnya harus diubah menjadi lebih baik dan
terjaga, tidak dusta, dan tidak menceritakan aib orang lain. Well,
hal itu tidak mungkin menurutnya, sebab hilang pulalah mata
pencahariannya. Yang paling dia tidak siap, dia tidak bisa lagi berburuk
sangka karena susah sekali hidup kalau tidak berburuk sangka. Entah
guyon atau entah serius, kata-katanya itu membuat saya termenung. Lalu
kalau begitu, sebelum naik haji dia akan terus berburuk sangka kepada
orang lain. Padahal sebagian buruk sangka itu adalah dosa, kata Kanjeng
Nabi.
Jadi, selama dia belum berhaji dia akan terus memelihara perbuatan dosa. Naudzubillah min dzalik, saya beristighfar membacanya. Kasihan sekali orang ini, agama dia buat menjadi permainan belaka.
Masih tentang pesohor. Seorang pesohor wanita yang sedang melejit
karirnya ditanya oleh wartawan kapan memakai busana muslimah yang
menutup aurat itu. Dengan malu-malu dia menjawab bahwa dia belum siap
saat ini, belum mendapat hidayah. Mengapa? selidik wartawan? Kalau
memakai jilbab atau busana muslimah berarti dia harus menjaga sikap.
Tidak bisa lagi bebas keluar masuk klub malam, tidak bisa lagi hang out dan dugem dengan teman-temannya di kafe, dan tidak bisa lagi memakai pakaian ketat, dan sebagainya. Jaimlah, jaga image.
Sejatinya dia takut kehilangan popularitas dan pekerjaan kalau dia
memakai hijab. Jadi, selama belum memakai busana muslimah dia bisa
menyalurkan hasrat duniawinya sepuasnya. Baginya memakai busana muslimah
hanya akan membuatnya terkungkung, dan lebih parah lagi dia takut
disebut “muna” oleh rekan-rekannya. Tahu kan “muna”? Munafik. Memakai
jilbab mungkin suatu hari nanti kalau sudah tidak laku atau sudah tua
menjadi ibu-ibu.
Banyak orang meyakini yang namanya hidayah itu kalau sudah mendapat
panggilan, maksudnya panggilan dari Tuhan. Sebagian benar adanya, tetapi
tidak seluruh anggapan itu benar. Benar, di dalam Al-Quran Allah SWT
menyatakan bahwa hanya Allah yang bisa memberi hidayah, Nabi Muhammad
saja tidak bisa memberi hidayah atau mengubah hati manusia, sebagaimana
firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah
(petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah
kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang
yang mau menerima petunjuk”. [Al Qashash : 56]
Jadi, hidayah itu adalah hak perogeratif Allah. Namun, menurut ayat
di atas, Allah SWT tidak memberikan hidayah atau petunjuk-Nya kepada
setiap orang. Hanya orang-orang yang pantas menerimanya saja yang
mendapatkannya dan hal itu hanya Allah yang mengetahuinya.
Seseorang terhalang mendapat hidayah karena berbagai sebab, misalnya
selalu bergelimang perbuatan dosa. Ada orang yang sudah tahu
perbuatannya salah dan dosa, tetapi dia tidak peduli dan tetap
meneruskannya, maka ia terhalang mendapat hidayah. Itulah oran yang
disebut fasik. Hidayah dari Allah bakal jauh darinya, sebagaimana firman
Allah yang artinya sebagai berikut:
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah
memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang fasik”. (QS. Ash-Shaf:5)
“Dan begitu pula Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka
seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada awal
kalinya dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang
sangat”. (QS.Al-An’am:110)
Oleh karena itu, hidayah tidak datang begitu saja, ia harus dicari
agar Allah SWT memberikannya. Kalau terus menunggu mendapat panggilan
Allah untuk berbuat baik (misalnya naik haji, berbusana yang menutup
aurat, dsb), kapan datangnya? Tiba-tiba saja maut datang menjemput, nah
itulah panggilan Allah yang sesungguhnya, mati. Kalau sudah mati semua
sudah terlambat, hidayah yang ditunggu-tunggu tidak datang tetapi diri
tetap berada dalam kesesatan dan perbuatan dosa.
Bagaimana cara mencari hidayah tersebut?
Salah satu jenis hidayah dari Allah SWT adalah hidayah taufik. Kita
sering berdoa agar mendapat taufik dan hidayah dari Allah SWT. Apakah
hidayah taufik itu? Hidayah taufik adalah hidayah yang diperoleh manusia
karena menjadikan agama sebagai way of life, sebagai panduan
dalam menjalani kehidupannya. Sayangnya banyak manusia tidak punya
kemauan untuk mengamalkan ajaran agama (Islam). Hatinya masih dilenakan
dengan fatamorgana dunia yang menipu. Padahal kemauan dalam mengamalkan
agama berbanding lurus dengan kesempatan mendapat hidayah taufik yang
diberikan oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman sebagai berikut: “Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut:69).
Kesimpulannya, kalau kita ingin mendapat hidayah taufik dari Allah
SWT, maka cara mendapatkannya adalah dengan jalan bersungguh-sungguh
mengamalkan agama. Selama kita tidak punya kemauan untuk menjalankan
ajaran agama, maka jangan harap kita akan mendapat hidayah taufik dari
Allah SWT. Malah kita akan makin larut dalam kesesatan dan gelimang dosa
karena terus memelihara keburukan yang kita tahu itu salah.
Kalau sudah punya niat baik untuk mengamalkan agama, mengapa harus
ditunda-tunda? Sebelum ajal menjemput, laksanakanlah niat baik itu, agar
kita mendapat taufik dan hidayah dari Allah SWT. Jangan sampai kita
menjadi orang merugi hidup di dunia dan di kampung akhirat.
(renungan ini untuk diamalkan diri sendiri dan orang lain yang
menyetujuinya. Jika ada kesalahan dalam menulis, itu semua adalah karena
kelemahan ilmu yang saya miliki)
sumber :
http://rinaldimunir.wordpress.com/2012/01/18/niat-baik-ditunda-tunda-tetapi-keburukan-terus-dipelihara/