Nenek moyang kita dari daerah Jawa mempunyai legenda asal-usul padi
Jawa yang unik. Kata yang empunya cerita, Dahulu kala di Kahyangan,
Batara Guru yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan langit,
memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk bergotong-royong,
menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan. Siapapun
yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong
tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang
dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki
tangan dan kaki untuk bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal
lehernyalah yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat
ketakutan, kemudian ia meminta nasihat Batara Narada, saudara Batara
Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali, Batara
Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu sang dewa
ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa
buruk nasibnya.
Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib
tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai
permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang
yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu
dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau
memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja
membangun istana.
Dengan mengulum tiga butir telur mustika dalam mulutnya, Anta pun
berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan Anta bertemu
dengan seekor burung gagak yang kemudian menyapa Anta dan menanyakan
kemana ia hendak pergi. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya
diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira
Anta sombong sehingga ia amat tersinggung dan marah. Burung hitam itu
pun menyerang Anta yang panik, ketakutan, dan kebingungan. Akibatnya
sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di balik
semak-semak menunggu gagak pergi. Tetapi sang gagak tetap menunggu
hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur
kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan
menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang
selamat, utuh dan tidak pecah.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan
telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan. Batara Guru dengan
senang hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah
mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan
Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian lama Anta
mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara
ajaib yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang
sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera
diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu.
Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang
cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus
tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang
memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi.
Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi
khayangan, Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu.
Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci.
Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika
dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka
para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan
Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan
rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada
jalan lain selain harus membunuh Nyi Pohaci. Para dewa mengumpulkan
segala macam racun berbisa paling mematikan dan segera membubuhkannya
pada minuman sang putri. Nyi Pohaci segera mati keracunan, para dewa pun
panik dan ketakutan karena telah melakukan dosa besar membunuh gadis
suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa turun ke bumi dan
dikuburkan ditempat yang jauh dan tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan
segenap dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi,
karena kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya
muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari
kepalanya muncul pohon kelapa; dari hidung, bibir, dan telinganya muncul
berbagai tanaman rempah-rempah wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya
tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum; dari
payudaranya tumbuh buah buahan yang ranum dan manis; dari lengan dan
tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang
bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon aren atau enau bersadap
nira manis; dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman bambu, dan dari
kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya dari
pusaranya muncullah tanaman padi, bahan pangan yang paling berguna bagi
manusia.
Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya,
sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua
tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak
saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai
sang dewi baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah
memberikan berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi
manusia. Pada sistem kepercayaan Kerajaan Sunda kuna, Nyi Pohaci
Sanghyang Sri dianggap sebagai dewi tertinggi dan terpenting bagi
masyarakat agraris.
Ritual dan Adat
Meskipun kini orang Indonesia kebanyakan adalah muslim atau beragama
hindu, sifat dasarnya tetap bernuansa animisme dan dinamisme.
Kepercayaan lokal seperti Kejawen dan Sunda Wiwitan tetap berakar kuat
dan pemuliaan terhadap Dewi Sri terus berlangsung bersamaan dengan
pengaruh Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Beberapa kraton di
Indonesia, seperti kraton di Cirebon, Ubud, Surakarta, dan Yogyakarta
tetap membudayakan tradisi ini. Sebagai contoh upacara slametan atau
syukuran panen di Jawa disebut Sekaten atau Grebeg Mulud yang juga
berbarengan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad.