A. Pengertian Disiplin
Dewasa ini kata disiplin sering kita
dengar, sering kita baca bahkan dianjurkan oleh pemerintah dengan adanya
Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Salah satu yang terkandung didalamya
adalah disiplin mengajar guru. Untuk memahami dan memperoleh gambaran
tentang disiplin guru, alangkah baiknya memahami dulu dari pengertian
disiplin itu sendiri.
Kata disiplin diartikan dengan (1)
Latihan bathin dan watak dengan maksud supaya perbuatan selalu mentaati
tata tertib; (2) Ketaatan pada aturan dan tata tertib (W.J.S.
Purwadarminta, 1985: 254).
Sementara itu Hadlari Nawawi (1996: 128)
mengungkapkan bawa disiplin adalah usaha untuk mencegah terjadinya
pelanggaran-pelanggaran terhadap suatu ketentuan yang disetujui bersama
agar pemberian hukuman terhadap seseorang dapat dihindari.
Menurut Hasan Langgulung (1989: 401)
bahwa disiplin mengandung makna melatih, mendidik dan mengatur. Artinya,
dalam kata disiplin mengandung arti banyak dan dapat diterapkan dalam
segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan.
Sedangkan menurut Cece Wijaya dan Tabrani
Rusyan (1994: 17) disiplin adalah sesuatu yang terletak di dalam hati
seseorang yang memberikan dorongan bagi orang yang bersangkutan untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana telah
ditetapkan oleh norma dan peraturan yang berlaku. Dalam keteraturan
sikap atau keteraturan tindakan. Disiplin merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dipahami bahwa disiplin adalah suatu sikap ketaatan secara sadar
terhadap aturan, norma-norma, dan kaidah-kaidah yang berlaku agar
terhindar dari hukuman
dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Selanjutnya istilah displin dijelaskan dalam Good’s Dictionary of Education (Oteng Sutisna, 1985: 97) sebagai berikut:
- Proses hasil pengarahan atau pengendalian keinginan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif
- Pencarian suatu cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun mengahadapi rintangan.
- Pengendalian perilaku dengan langsung dan otoriter melalui hukuman dan hadiah.
- Pengekangan dorongan, sering melalui cara yang tak enak, menyakitkan.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka
aspek terpenting dari sikap disiplin adalah kekuatan serta kepatuhan
terhadap aturan-aturan. Secara sadar menjalankan tata tertib dan
ketundukan diri demi mencapai tujuan yang diharapkan.
Selain itu Webstar’s Dictionary yang
dikutip oleh Oteng Sutisna (1985: 98) tersebut memberikan sejumlah
definisi tentang disiplin, diantaranya:
- Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau keadaan serba teratur dan efesien.
- Hasil pelatihan serupa itu, pengendalian diri, perilaku yang tertib
- Penerimaan atau kepatuhan terhadap kekuasaan dan kontrol
- Perlakuan yang menghukum dan menyiksa.
Pengertian di atas mengandung dua unsur,
yaitu disiplin positif dan disiplin negatif. Disiplin positif berupa
proses hasil pengembangan karakter, pengendalian diri, keadaan teratur
efesien. Sedangkan disiplin negatif yaitu berupa disiplin yang dilakukan
karena adanya ancaman dan hukuman. Apabila dikaitkan dengan sekolah
terutama dengan keberadaan guru, berarti seorang guru harus memiliki
sikap disiplin dalam menjalankan tugasnya. Disiplin yang dijalankan
harus berdasarkan atas kesadaran terhadap aturan bukan karena rasa takut
akan mendapatkan hukuman.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar
hidup disiplin dengan bekerja keras bersungguh-sungguh, jujur, hidup
teratur dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar dapat memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Disiplin merupakan pangkal dari
keberhasilan. Supaya hidup teratur hendaklah kita pandai-pandai
menggunakan waktu dengan membuat perencanaan yang baik. Sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan pada
akhirnya dapat mencapai hasil yang memuaskan.
Sebaliknya jika kita tidak menggunakan
waktu secara teratur dan bahkan mengabaikannya, maka Allah SWT. dalam
Firmanya yang tersirat dalam Al-Qur’an surat Al-’Ashr ayat 1-3:
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي
خُسْرٍ(2)إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3) (ألعصر:1-3)
Artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh serta saling berwasiyat
dalam hak dan kesabaran” (Depag RI, 1984: 1099).
Guru sebagai pendidik dan pengajar
hendaknya meiliki perilaku disiplin, baik disiplin dalam waktu mengajar
maupun disiplin dalam melakukan pekerjaan yang lain. Karena mengajar itu
memerlukan aktivitas yang teratur dari seorang guru.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin
Dalam hal ini Niti Slameto (1992: 64)
secara umum mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin
seseorang terdiri dari tiga faktor, yaitu: (1) Faktor perasaan takut;
(2) Faktor kebiasaan dan (3) Faktor kesadaran untuk berdisiplin. Dari
ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perasaan Takut
Pendekatan disiplin yang digunakan adalah
kekuasaan dan kekuatan. Hukuman dan ancaman dalam hal ini diberikan
kepada pelanggar peraturan untuk membuatnya jera dan menakutkan,
sehingga mereka tidak berbuat lagi kesalahan yang serupa, yang akhirnya
membuat mereka patuh pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
pendekatan disiplin yang berupa hukuman dan ancaman ini, apabila
digunakan akan menjerakan dan menakutkan bagi si pelanggar dan akibatnya
akan menjadi disiplin. Namun, di sisi lain disiplin semacam ini
dipandang kurang baik, karena ada kemungkinan perilaku disiplin tersebut
hanya bersifat sementara, artinya si pelanggar akan berperilaku
disiplin, jika ada yang mengawasi, sedangkan bila tidak ada yang
mengawasi, maka si pelangar tidak akan berdisiplin.
2. Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai dua arti, yaitu: 1)
Sesuatu yang biasa dikerjakan dan 2) Pola untuk melakukan tanggapan
terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seseorang individu dan
yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1995: 129). Hal ini Senada dengan Umar Hasyim (1985:
160) yang berpendapat bahwa:
Perbuatan yang sering diulang-ulang
melakukannya tentulah akan menjadi kebiasaan. Bila kebiasaan
diulang-ulang terus akhirnya akan menjadi watak seseorang. Dan bila
watak itu telah menjadi cap dari diri orang tersebut dengan cara
mempraktekkan sesuatu perbuatan yang sama tadi, maka orang tersebut
artinya berkepribadian tertentu. Dan kepribadian itulah yang nantinya
membuat orang lain tahu siapa dia itu sebenarnya.
Dari kutipan di atas, maka jelaslah bahwa
betapa pentingnya aspek kebiasaan ditanamkan dalam seluruh segi
kehidupan manusia, dan akhirnya bila hal itu telah biasa, niscaya
kepribadian orangpun akan tampak secara terang. Tentunya dalam hal ini
kebiasaan yang positif. Kebiasaan yang baiklah yang tentunya mesti terus
di pupuk dan dibina secara konsisten dan konsekuen. Kebiasaan dapat
diperoleh dengan jalan peniruan dan pengulangan secara terus menerus,
semua latihan itu berlangsung secara disadari, lambat laun menjadi
kurang disadari untuk melanjutkan secara otomatis, sehingga mekanistis
tidak disadari. Kebiasaan bisa bersifat positif, misalnya rajin bekerja,
cermat dan lain-lain.
Oleh karena itu, disiplin akan terlaksana
dengan frekuensi yang relatif stabil dan dapat dipertahankan. Dalam
perwujudannya disiplin dapat berbentuk ketaatan terhadap aturan yang
berlaku.
3. Kesadaran untuk Berdisiplin
Idealnya, seseorang yang tidak berhasil
dalam suatu pencapaian tujuan, akan berusaha menyadari dan memperbaiki
dengan lebih giat dan lebih baik lagi dalam berusaha. Ia akan
mendisiplinkan dirinya untuk berbuat. Disiplin dari orang yang optimal
pada setiap individu diharapkan mampu mengarahkan perilaku secara
terkonsentrasi pada masalah yang dihadapi.
Kesadaran melaksanakan aturan atau tata
tertib, misalnya tata tertib sekolah, diharapkan akan menumbuhkan
perilaku disiplin positif, sebab disiplin positif inilah yang nantinya
menjadi pola perilaku yang relatif menetap. Artinya, dengan adanya
kesadaran dalam melakukan suatu perbuatan tanpa paksaan atau hukuman
atau perasaan takut akan ancaman, menjadi dasar bagi terbentuknya
kedisiplinan seseorang dalam kehidupannya.
C. Indikator Disiplin
Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1994: 18-19) disiplin mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1. Melaksanakan tata tertib dengan baik,
baik bagi guru atau siswa karena tata tertib yang berlaku merupakan
aturan dan ketentuan yang harus ditaati. Oleh siapapun demi kelancaran
proses pendidikan tersebut yang meliputi:
- Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan
- Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah atau satu lembaga tertentu
- Tidak membangkang pada peraturan berlaku
- Tidak membohong
- Tingkah laku yang menyenangkan
- Rutin dalam mengajar
- Tidak suka malas dlam mengajar
- Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi dirinya
- Tepat waktu dalam belajar mengajar
- Tidak pernbah keluar dalam belajar mengajar
- Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar
2. Taat terhadap kebijaksanaan atau kebijaksanan yang berlaku:
- Menerima, menganalisis dan mengkaji berbagai pembaharuan pendidikan
- Berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi pendidikan yang ada.
- Menguasai dan intropeksi diri.
Adapun indikator disiplin menurut Singgih
D. Gunarsa ( ) adalah, tepat waktu, tegas dan bertanggungjawab. Dari
ciri-ciri tersebut, penulis akan menjelaskan secara singkat, yaitu
sebagai berikut:
a. Jujur
Jujur menurut Cece Wijaya (1994: 17)
adalah tulus ikhlas dalam menjalankan tugasnya sebagai guru, sesuai
dengan peraturan yang berlaku, tidak pamrih dan sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
Sementara menurut Hamzah Ya’qub (1983:
980 jujur adalah kesetiaan, ketulusan hati dan kepercayaan. Artinya,
suatu sikap pribadi yang setia, tulus hati dalam melaksanakan sesuatu
yang dipercayakan kepadanya baik berupa harta benda, rahasia maupun
tugas kewajiban.
Seorang yang jujur selalu menepati janji,
tidak cepat mengubah haluan, teliti dalam melaksanakan tugas, berani
mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri dan selalu berusaha agar
tindakannya tidak bertentangan dengan perkataannya (Ngalim Purwanto,
2000: 14).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
dipahami bahwa jujur adalah sifat benar dapat dipercaya baik dalam
perkataan maupun dalam perbuatan dan dapat menjaga kepercayaan orang
lain yang dibebankan kepadanya.
Sifat jujur sudah seharusnya dimiliki
oleh guru, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, di
rumah dan masyarakat. Selain itu sifat jujur harus diterapkan dalam
pembelajaran. Artinya, apa yang ia sampaikan kepada siswa selalu ia
amalkan dalam kehidupannya. Selain itu juga guru harus jujur dalam
menyampaikan ilmunya. Artinya, ia harus mengatakan yang benar itu benar
dan yang salah itu salah.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
kejujuran bagi seorang guru mutlak dibutuhkan, guru yang tidak jujur
akan merugikan siswa dan lembaga pendidikan tempat ia mengajar. Apabila
sifat jujur sudah dimiliki oleh guru berarti ia memiliki sikap disiplin
yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajar dan
pendidik.
b. Tepat Waktu
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
(Poerwadarminta, 1976: 55) tepat mengandung arti: 1) Betul, lurus,
kebetulan benar; 2) Kena benar; 3) Tidak ada selisih sedikitpun; 4)
Betul, cocok dan 5) Betul mengena. Sedangkan waktu dalam kamus besar
Bahasa Indonesia (1976: 1140) saat tertentu untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian tepat waktu dalam mengajar berarti suatu aktivitas
mengajar yang dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan atau
sesuai dengan aturan.
Dari penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa ketepatan waktu berada di sekolah untuk setiap guru
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh hasil yang baik, baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk siswa. Sikap untuk selalu hadir setiap
waktu ini adalah suatu tanda kedisiplinan untuk guru dalam mengajar.
Disiplin waktu bagi guru dalam mengajar
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa dalam
belajar. Seorang guru harus menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya,
maka dengan demikian setiap siswa akan termotivasi untuk dapat belajar
lebih giat lagi. Kalau setiap guru tidak disiplin waktu dalam mengajar
atau selalu terlambat, maka bagaimana guru itu dapat menjadi suri
tauladan bagi setiap siswanya.
Kalau guru sudah dapat disiplin dalam hal
mengajar, maka siswanya akan termotivasi dengan baik dan akhirnya
prestasinyapun akan baik, tetapi sebaliknya jika guru tidak disiplin
waktu dalam mengajar mungkin siswanya malas untuk mengikuti pelajaran,
maka hasilnyapun akan jelek. Dengan demikian seorang guru dituntut untuk
disiplin dalam hal waktu mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai dengan baik.
c. Tegas
Poerwadarminta (1985: 913) mengemukakan
dalam kamus besar Bahasa Indonesia bahwa tegas mengandung arti: 1) jelas
dan tenang benar, nyata; 2) tentu dan pasti (tidak ragu-ragu atau tidak
samar-samar dan 3) jelas.
Setiap guru hendaknya memiliki sikap
tegas, karena dengan memiliki sikap inisetiap siswa akan patuh dan taat
untuk dapat belajar dengan baik, guru yang tegas akan mendorong siswa
pada perbuatan yang baik dan menegur siswa apabila melakukan hal-hal
yang melanggar aturan.
d. Tanggung jawab
Seorang guru harus yakin bahwa pada
haekekatnya mengajar atau mendidik adalah amanat yang sangat suci dan
mulia yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan demikian seorang guru
benar-benar menyadari dan menjalankan amanat tersebut dengan penuh rasa
tanggung jawab.
Setelah timbulnya rasa tanggung jawab
pada diri seorang guru, maka akan tumbuh pula dalam diri seorang guru
rasa disiplin akan haknya yaitu menjalankan tugas. Adapun tugas dan
tanggung jawab seorang guru adalah mengajar dan mendidik, dengan
demikian guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar
mengajar. Apabila proses belajar mengajar dapat dicapai dengan baik,
maka guru dapat dikatakan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, maka dapat dipahami
bahwa seorang guru hendaknya menenamkan rasa tanggung jawab terhadap
tugasnya yang dibebankan kepadanya, yaitu mendidik, mengajar dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup, tugas mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, sedangkan melatih adalah mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada siswa. Sehingga tujuan pendidikan dan
pengajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Disamping itu, tidak
boleh dilupakan pula tugas-tugas dan pekerjaan lain yang memerlukan
tanggung jawabnya. Selain tugasnya sebagai guru di sekolah, gurupun
merupakan anggota masyarakat yang mempunyai tugas dan kewajiban lain.
Wallohu A’lam