TRIBUNNEWS.COM – Nama Akil Mochtar
seketika mencuat. Penangkapannya oleh penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu
(2/10/2013) membuat nama Akil langsung menjadi "trending topics". Ia
dibicarakan di media sosial seperti twitter dan facebook, sekaligus
menjadi headline di sejumlah media online, cetak, dan televisi.
Padahal sebelum penangkapan itu, Akil Mochtar
termasuk sosok yang "sunyi" jika dibanding dengan para pendahulunya di
MK, semisal Mahfud MD, yang memang lebih kerap tampil di media massa.
Roda nasib seakan berputar begitu cepat bagi Akil Mochtar. Baru 6
bulan silam ia merasakan nikmatnya bisa menumpangi mobil RI 9 yang
menjadi mobil dinasnya sebagai Ketua MK, kini Akil berubah menjadi
seorang pesakitan.
Lahir di Putussibau, sebuah daerah terpencil di Kalimantan Barat, 53 tahun silam, Akil Mochtar
tak pernah membayangkan dirinya bisa menjadi seorang Ketua Mahkamah
Konstitusi. Namun kesulitan hidup dan kemiskinan, telah menimbulkan
tekad kuat di hati Akil untuk bisa maju dan mengubah hidupnya menjadi
lebih baik.
”Saya menghabiskan masa kecil di sebuah daerah terpencil, sebuah
wilayah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Daerah itu dulu
menjadi wilayah konflik antara Indonesia dengan Malaysia,” tutur Akil
kepada Tribunnews.com, dalam sebuah perbincangan ringan beberapa waktu
silam.
Jarak antara kampung halamannya dengan Pontianak, ibukota Provinsi
Kalimantan Barat, berjarak 860 Km. ”Dulu belum ada jalan darat, masih
lewat sungai. Sekitar 14 hari kalau ditempuh pakai kapal kecil,” kata
Akil mendeskripsikan wilayah asalnya.
Usai menamatkan SMP, orang tuanya nyaris tak bisa membiayai Akil
sekolah ke tingkat yang lebih atas. Karena itu sebagai anak ke-6 dari 9
bersaudara, Akil harus berusaha mencari biaya sendiri guna menyambung
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Tantangan tak hanya itu. Di
kampungnya saat itu tak ada SMA. Karena itu Akil terpaksa hijrah ke
Pontianak untuk melanjutkan sekolah. ”Ayah saya berpesan, kalau mau
mengubah nasib maka hijrahlah, merantau,” kata Akil menirukan ucapan
ayahnya.
Akhirnya dengan menumpang sebuah kapal boat, Akil menyusuri sungai
Kapuas selama 14 hari, guna melanjutkan pendidikannya di sebuah SMA di
Pontianak. Sesampainya di Pontianak, lagi-lagi Akil harus bergelut
dengan persoalan biaya sekolah yang menghimpit. Sementara cita-citanya
untuk lulus dan melanjutkan kuliah terus bergelora.
”Untuk biaya sekolah, semua profesi saya lalui. Dari loper koran,
tukang semir, supir, hingga calo,” kenang pria yang menamatkan
pendidikan doktornya di Unpad Bandung ini. ”Pokoknya semua pekerjaan
yang mendatangkan uang untuk membiayai sekolah. Yang penting tidak
melakukan kejahatan,” tuturnya.
Usahanya tak sia-sia. Akil pun lulus dan bisa melanjutkan kuliah di
Fakultas Hukum di Universitas Panca Bhakti Pontianak. Untuk menyambung
kelangsungan kuliah, Akil menyambi menjadi sopir video shooting. ”Waktu
itu lagi ramai- ramainya video shooting. Saya pun jadi sopir mobil
booksnya. Ditabung untuk hidup sehari-hari, biaya kuliah hingga
skripsi,” kisah Akil. ”Waktu itu, untuk daftar skripsi Rp 75 ribu. Dari
upah sopir saya cuma ada tabungan Rp 50 ribu. Sisanya pinjam sana-sini,”
ujar Akil.
Setelah jadi sarjana, mulailah Akil terlibat langsung dalam perubahan
sosial. Saat rekan-rekannya memilih masuk Akademi Pemerintahan Dalam
Negeri (APDN), Akil memilih jadi pengacara. ”Saat itu sih inginnya jadi
jaksa. Tapi akhirnya malah jadi pengacara. Alhamdulillah dari lawyer itu
hoki saya bagus, rezeki mengalir,” kata suami dari Ratu Rita itu.
Singkat cerita, sukses sebagai pengacara, Akil diajak bergabung ke
Partai Golkar oleh salah seorang gurunya. Saat itu reformasi 1998 baru
terjadi. Dari partai beringin itu, Akil berhasil duduk menjadi anggota
DPR RI selama 2 periode, dari 1999 hingga 2008.
Namun menjadi wakil rakyat rupanya belum membuat Akil puas. Bermodal
pendidikan yang dimilikinya, Akil melamar menjadi "wakil Tuhan" alias
hakim konstitusi. Dan ia pun lolos menjadi hakim konstitusi lewat jalur
DPR. Sebelumnya Akil juga pernah mencoba peruntungan ikut Pilkada
Kalimantan Barat, namun gagal.
Karier Akil rupanya tak hanya sebatas menjadi hakim MK. Awal April
2013, dalam rapat permusyawaratan hakim, Akil terpilih menjadi orang
nomor satu di Mahkamah Konstitusi, menggantikan Mahfud MD yang pensiun.
Dalam perbincangan itu, Akil sempat menyatakan tekadnya menjadikan Mahkamah Konstitusi
sebagai lembaga yang bersih dan berperan dalam pengembangan demokrasasi
di Indonesia. ”MK punya peran penting dalam menciptakan demokrasi yang
berdasarkan hukum,” jelasnya.
Akil mengakui masih banyak tantangan yang dihadapi MK. Menurut dia,
MK adalah lembaga yang berperan mengontrol dan mengawal konstitusi,
apakah dijalankan atau tidak oleh semua penyelenggara negara maupun
warga negara. ”Semua yang dilakukan di negara ini kan harus berpedoman
pada konstitusi. Jika ada yang menyimpang, MK yang mengontrolnya melalui
kewenangan yang ada. Namun hal ini tidak semua orang paham,” kata dia.
”Akan banyak usaha orang untuk menghancurkan MK. Orang akan melakukan
tekanan politik. Kalau tidak bisa secara politik, maka dengan uang,
menyogok hakim atau pegawai MK. Ini seharusnya tidak boleh terjadi,”
jelasnya.
Akil mengatakan, peradilan dan proses hukum di MK seharusnya bisa
dijaga, dan harus steril dari segala hal yang tidak benar, misalnya suap
atau sogok. ”Keputusan MK itu kan sifatnya final. Tidak ada upaya hukum
sesudahnya. Bayangkan jika keputusan hakim yang final dan mengikat itu
lahir dari proses sogok atau suap. Bisa hancur negara ini,” tuturnya.
Tentang serangan-serangan pribadi terhadap dirinya, Akil menanggapi
dengan santai. ”Saya sudah biasa mendapat serangan seperti itu sejak
lama, sejak zaman orde baru,” kata Akil.
Dijelaskannya, orang sering salah menilainya secara pribadi. ”Mungkin
karena orang melihat saya mantan politisi, mantan anggota DPR yang
flamboyan. Tapi jika saya orangnya tidak baik, pastinya saya tidak akan
berada di Jl Medan Merdeka Barat (Gedung MK, Red) ini. Saya akan berada
di Kuningan, di tahanan KPK,” ujarnya.
Dan ternyata kini, ayah dua anak itu seakan termakan omongannya
sendiri. Akil terjerat dalam kasus dugaan suap dalam kapasitasnya
sebagai hakim MK dan Ketua MK. Akil pun kini benar-benar harus merasakan
bagaimana dinginnya ruang tahanan di gedung KPK.
sumber: