BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak indikator telah menunjukkan bahwa mutu pendidikan kita masih
sedemikian memprihatinkan. Rendahnya rerata NEM yang dapat dicapai oleh
siswa dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas memberi petunjuk
betapa rendahnya mutu pendidikan terhadap penguasaan bahan ajar yang
dapat diserap.
Kesenjangan yang bertingkat juga terjadi dan dirasakan oleh
masing-masing jenjang seperti halnya sering dilansir kalangan Perguruan
Tinggi yang merasa bahwa bekal kemampuan lulusan SMA masih dipandang
kurang memadai, selanjutnya di kalangan guru-guru SMA dirasakan betapa
rendahnya kemampuan lulusan SMP, demikian selanjutnya guru-guru SMP juga
mengeluh betapa lemahnya kemampuan para lulusan SD. Belum lagi adanya
88,4% lulusan SMA tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi dan 34,4%
lulusan SMP tidak dapat melanjutkan ke SMA (Balitbang Diknas, 2000). Hal
ini tentunya juga berlanjut yakni betapa masih banyaknya lulusan SD
yang tak dapat melanjutkan ke SMP.
“Keterpurukan pendidikan” kita juga akan tampak semakin jelas bila kita
mengacu pada komparasi internasional, dimana diketahui betapa rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia sebagaimana yang dilaporkan oleh Human
Development Index yakni Indonesia menduduki peringkat 102 dari 106
negara yang disurvai, satu peringkat di bawah Vietnam. Sementara itu
hasil survai the Political Economic Risk Consultation (PERC) melaporkan
bahwa Indonesia berada di peringkat ke 12 dari 12 negara yang disurvai,
juga satu peringkat di bawah Vietnam.
Ketika mutu pendidikan belum dapat teratasi, tantangan lain juga tengah
muncul seperti angka putus sekolah sebagaimana yang telah disinggung di
atas yang relatif tinggi, daya tampung sekolah yang masih sangat
terbatas, angka pengangguran yang terus meningkat, lapangan kerja yang
masih terbatas, dan seterusnya. Kesan-kesan sementara yang dapat
ditangkap adalah bahwa pendidikan baru pantas dinikmati oleh sekelompok
orang yang berduit. Kesan semacam ini tampak mencolok ketika sebuah
sekolah dan perguruan tinggi favorit secara terbuka memberikan
“kesempatan kepada siapapun” untuk menjadi siswa/mahasiswa sejauh mampu
memberikan sejumlah dana yang ditawarkan. Sementara itu masyarakat awam
tidak banyak memiliki infomasi tentang hak dan kriterianya untuk menuju
kesana.
B. BATASAN MASALAH
1. Pengertian Demokrasi Pendidikan
2. Prinsip-prinsip Demokrasi dalam Pendidikan
3. Demokrasi Pendidikan di Indonesia
4. Prinsip-prinsip demokrasi dalam pandangan islam
BAB II
DEMOKRASI PENDIDIKAN
A. Pengertian Demokrasi Pendidikan
Pendidikan yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan
yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah
sesuai dengan kemampuannya. Pengertian demokratik di sini mencakup arti
baik secara horizontal maupun vertikal.
Maksud demokrasi secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada
kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan
sekolah. Hal ini tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu :
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu,
demokrasi secara vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat kesempatan
yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang
setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai
gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dalam
pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha
pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan,
keadaan sosial, dan sebagainya). Di kalangan Taman Siswa dianut sikap
tutwuri handayani, suatu sikap demokratis yang mengakui hak si anak
untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.
Dengan demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan pandangan
hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang
sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak
didik, serta juga dengan pengelola pendidikan.
Sedangkan demokrasi pendidikan dalam pengertian yang luas mengandung tiga hal yaitu :
1. Rasa hormat terhadap harkat sesama manusia
Demokrasi pada prinsip ini dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin
persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur,
warna kulit, agama dan bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang
ditanamkan dengan memandang perbedaan antara satu dengan yang lainnya
baik hubungan antara sesama peserta didik atau hubungan dengan gurunya
yang saling menghargai dan menghormati.
2. Setiap manusia memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehat
Dari prinsip inilah timbul pandangan bahwa manusia itu harus dididik,
karena dengan pendidikan itu manusia akan berubah dan berkembang ke arah
yang lebih sehat, baik dan sempurna. Oleh karena itu, sekolah sebagai
lembaga pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik
untuk berpikir dan memecahkan persoalan-persoalannya sendiri secara
teratur, sistematis dan komprehensif serta kritis sehingga anak didik
memiliki wawasan, kemampuan dan kesempatan yang luas.
3. Rela berbakti untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama
Dalam konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah dibatasi oleh
kepentingan individu-individu lain. Dengan kata lain, seseorang menjadi
bebas karena orang lain menghormati kepentingannya. Oleh sebab itu,
tidak ada seseorang yang karena kebebasannya berbuat sesuka hatinya
sehingga merusak kebebasan orang lain atau kebebasannya sendiri.
Kesejahteraan dan kebahagiaan hanya tercapai bila setiap warga negara
atau anggota masyarakat dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk
memanjukan kepentingan bersama karena kebersamaan dan kerjasama inilah
pilar penyangga demokrasi. Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap
warga negara diperlukan hal-hal sebagai berikut :
a. pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan
(civic), ketatanegaraan, kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang
penting;
b. suatu keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan tugasnya dengan
mendahulukan kepentingan negara atau masyarakat daripada kepentingan
sendiri;
c. suatu keinsyafan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan
dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran
masyarakat dan pemerintah.
B. Prinsip-Prinsip Demokrasi Dalam Pendidikan
Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah antara lain :
1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka
Dari prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa ide dan nilai
demokrasi pendidikan itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran,
sifat dan jenis masyarakat dimana mereka berada, karena dalam
realitasnya bahwa pengembangan demokrasi pendidikan itu akan banyak
dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Misalnya masyarakat agraris akan berbeda dengan masyarakat metropolitan
dan modern, dan sebagainya.
Apabila yang dikemukakan tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip
demokrasi pendidikan yang telah diungkapkan, tampaknya ada beberapa
butir penting yang harus diketahui dan diperhatikan,diantaranya :
1. Keadilan dalam pemerataan kesempata belajar bagi semua warga negara
dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada sistem
politik yang ada;
2. Dalam upaya pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik;
3. Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.
Sedangkan pengembangan demokrasi pendidikan yang berorientasi pada
cita-cita dan nilai demokrasi, akan selalu memperhatikan prinsip-prinsip
berikut ini :
1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya
2. Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur
3. Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan
pribadinya, dalam rangka mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan
dan kemajuan iptek tanpa merugikan pihak lain.
C. Demokrasi Pendidikan di Indonesia
Demokrasi pendidikan merupakan proses buat memberikan jaminan dan
kepastian adanya persamaan kesempatan buat mendapatkan pendidikan di
dalam masyarakat tertentu.
Pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia pada dasarnya telah
dikembangkan sedemikian rupa dengan menganut dan mengembangkan asas
demokrasi dalam pendidikannya, terutama setelah diproklamirkannya
kemerdekaan, hingga sekarang. Pelaksanaan tersebut telah diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, seperti berikut ini:
1. Pasal 31 UUD 1945;
a. Ayat (1): Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
b. Ayat (2): pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Dengan demikian di negara Indonesia, semua warga negara diberikan
kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan, yang penyelenggaraan
pendidikannya diatur oleh satu undang-undang sistem pendidikan nasional,
dalam hal ini tentu saja UU nomor 2 tahun 1989.
2. UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional.
Menurut UU ini, cukup banyak dibicarakan tentang demokrasi pendidikan,
terutama yang berkaitan dengan hak setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan, misalnya:
a. Pasal 5;
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
b. Pasal 6;
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
c. Pasal 7;
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan
diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku,
ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap
mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
d. Pasal 8;
1. Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
3. Garis-garis Besar Haluan Negara di Sektor Pendidikan.
D. Prinsip-prinsip demokrasi dalam pandangan islam
Pada dasarnya, dasar-dasar demokrasi pendidikan menurut Islam memberikan
kebebasan kepada individu (anak didik) untuk mengembangkan nilai-nilai
fitrah yang ada pada dirinya untuk menyelaraskan dengan perkembangan
zaman.
Sebagai acuan pemahaman demokrasi pendidikan dalam Islam, nampaknya tercermin pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Islam mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu.
Hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits tersebut mencerminkan bahwa di dalam Islam terdapat demokrasi
pendidikan, dimana Islam tidak membedakan antara muslim laki-laki dan
perempuan dalam hal kewajiban dan hak menuntut ilmu.
2. Adanya keharusan bertanya kepada ahli ilmu.
Didalam al Qur’an surat An Nahl ayat (43) Allah SWT berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus kepada mereka, kecuali orang laki-laki yang
kami berikan wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kamu nkepada
orang-orang yang mempunyai pengetahuan”. (Qs. An Nahl: 43).
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa apabila pendidik dan anak didik dalam
proses belajar dan dalam pemahaman ilmu-ilmu tersebut terdapat hal-hal
yang kurang dipahami, maka perlu bertanya kepada yang ahli dalam bidang
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam
berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta
juga dengan pengelolaan pendidikan tanpa memandang suku, kebangsaan,
agama maupun ras. Juga tidak membedakan antara si kaya dan si miskin,
karena setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Demokratisasi pendidikan merupakan suatu kebijakan yang sangat
didamba-kan oleh masyarakat. Melalui kebijakan tersebut diharapkan
peluang masyarakat untuk menikmati pendidikan menjadi semakin lebar
sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki. Jurang pemisah
antara kelompok terdidik dan belum terdidik menjadi semakin terhapus,
sehingga informasi pembangunan tidak lagi menjadi hambatan. Ungkapan
pendidikan untuk semua dan semuanya untuk pendidikan diharapkan bukan
sekedar wacana tetapi sudah harus merupakan komitmen pemerintah dan
masyarakat untuk mewujudkannya.
Dengan demikian isu tentang besarnya putus sekolah, elitisme,
ketidakterjangkauan dalam meraih pendidikan, dan seterusnya dapat
terhapus dengan sendirinya.
B. SARAN
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan
menambah wawasan kita tentang Demokrasi Pendidikan di Indonesia. Dengan
mengetahui demokrasi pendidikan kita akan menjadi manusia yang
demokratis, baik dalam pendidikan dan hal-hal yang lainnya dalam
penyelesaian masalah dengan demokratis.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kekeliruan untuk itu saran dan kritik dari para pembaca yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah
di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Dasar-Dasat Ilmu Pendidikan, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2009).
Drs. Tanlain Wens, Mpd, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,2002)
Drs. Wirojoedo Soebijanto, Teori Perencanaan Pendidikan, (Liberty: Yogyakarta).
Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Prasetya, Tri. 2000. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia